Jangan abaikan limbah baterei lithium Anda. Itu bukan limbah. Baterai litium yang telah habis masa layannya merupakan konsentrat logam dengan kekayaan yang luar biasa sehingga tidak seharusnya disebut limbah.
Begitu yang ditegaskan oleh Dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Dr Indra Perdana sebagaimana dikutip dari ugm.ac.id. Indra pun melakukan inovasi teknologi dan pengetahuan tentang daur ulang limbah baterai lithium. Indra memulai penelitian dengan mengolah limbah baterai lithium untuk mendapatkan logam berharga seperti alumunium, tembaga, grafit, dan serbuk aktif katoda.
BACA JUGA : Membatik di Desa Wisata? Yang di Sini Beda!
Serbuk aktif katoda ini mengandung lithium, nikel, kobalt, mangan, dan grafit. Logam-logam tersebut diekstraksi dengan konsep total recovery sehingga dapat digunakan lagi untuk membuat baterai lithium yang baru. Hal ini akan meminimalisir proses eksplorasi alam sehingga dapat terwujud proses sirkular ekonomi yang berkelanjutan.
Dosen dari Departemen Teknik Kimia ini selama lebih dari 10 tahun terakhir memiliki fokus penelitian terkait daur ulang limbah baterai lithium. Indra menempuh pendidikan sarjana dan magister di Teknik Kimia UGM serta melanjutkan pendidikan doktoralnya di Chalmers University of Technology. Tekad dan rasa ingin tahunya yang kuat mendorongnya untuk terjun langsung ke dalam dunia penelitian.
BACA JUGA: PENYU Mati dan Alarm Kegagalan Pengelolaan Sampah
Daur ulang limbah baterai litium menjadi salah satu penelitiannya yang memiliki urgensi tinggi saat ini. Menariknya, penelitian ini dimulai jauh sebelum penggunaan baterai untuk kendaraan listrik gencar dilakukan. Awalnya, penelitian ini dilakukan untuk menemukan solusi dari limbah baterai laptop dan barang elektronik lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Dr Indra ini memiliki banyak tantangan, seperti mahalnya alat dan proses penelitian. Pada awalnya tidak ada pihak yang tertarik untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Namun, Indra tidak gentar dan terus melanjutkan penelitiannya hingga saat ini menjadi salah satu penelitian yang sangat dibutuhkan untuk industri kendaraan.
BACA JUGA: Uji Kesiapan Pariwisata DIY, November Terima Wisman Perancis
Saat ini penelitian baterai litium di UGM memiliki fasilitas yang paling komplit di Indonesia. Perkembangan ini merupakan keberhasilan yang luar biasa dari Dr. Indra hingga dapat menarik banyak pihak untuk ikut berkontribusi dan kerja sama dalam penelitian ini.
Keberhasilan ini tidak lepas dari prinsip yang dipegang oleh Dr. Indra dalam menyelesaikan semua tantangan yang menghadangnya yaitu Consistant Presistant.
Penelitian total recovery limbah baterai litium ini melibatkan banyak kompetensi dari bidang keilmuan seperti teknik mesin dan teknik kimia. Proses pemanfaatan kembali limbah baterai ini dimulai dengan proses fisis yaitu pembongkaran baterai untuk memisahkan berbagai bagian dan lapisan dari baterai lithium.
BACA JUGA: Tantangan dalam Mendorong Inovasi Produk Pariwisata
Setelah itu, logam-logam penting yang ada akan diproses dengan metode hidrometalurgi untuk dilarutkan dan dipisahkan hingga menjadi senyawa logam seperti litium karbonat, nikel sulfat, kobalt sulfat, dan mangan sulfat. Senyawa-senyawa logam tersebut dapat digunakan kembali untuk membua baterai baru. Saat ini, senyawa logam hasil penelitian laboratorium ini telah mencapai spesifikasi industri tetapi belum bisa dikerjakan dalam skala besar.
Selain itu, kebutuhan bahan dan alat dalam proses penelitian ini sudah dapat dipenuhi seluruhnya dari dalam negeri atau lebih dikenal dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 100%.
Penelitian Dr Indra ini termasuk penelitian mutakhir yang akan berdampak besar untuk industri bahan kehidupan masyarakat. Selain itu, konsep sirkular ekonomi dan total recovery yang dikenalkan Indra melalui penelitian ini dapat dicontoh untuk semua pihak dalam melaksanakan kegiatannya.
Hal seperti ini harus didukung dan terus dilaksanakan untuk meningkatkan ketahanan negara dan kelestarian lingkungan.
Baterei dan peralatan elektronik masuk kategori limbah B3 (bahan beracun berbahaya). Pengelolaannya menjadi kewenangan Dinas Lingkungan Hidup. Apa yang telah dikembangkan oleh Indra ini semestinya disambut dengan langkah kongkret oleh DLH.*