Desa Wisata Siap Sambut MotoGP Mandalika

Tugu


Sinergi Pentahelix dalam pengembangan destinasi super prioritas Mandalika berjalan dengan baik. Kolaborasi dan sinergi antarkementerian pun berjalan dengan baik. Salah satunya, dukungan Kementerian PUPR dalam pengembangan pariwisata di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KPSN) Mandalika.

“Saat ini Kementerian PUPR tengah menyiapkan rumah swadaya dan homestay di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika. Ini disiapkan untuk menyongsong MotoGP di Sirkuit Mandalika yang dijadwalkan tahun 2021 ini,“ ungkap Sekretaris Deputi Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf/Baparekraf Oneng Setya Harini.

Oneng menyampaikan hal tersebut saat menjadi pemantik diskusi dalam Silaturahmi Desa Wisata Indonesia, pada Kamis (21/1). Silaturahmi secara daring ini, selain menghadirkan Oneng, juga ada Samsul Widodo (Staf Ahli Menteri Desa PDTT, Bidang Hubungan Antar Lembaga), dan  Doto Yogantoro (Desa Wisata Insitute).

Acara yang diinisiasi oleh Berbangsa Foundation dan Desa Wisata Institute ini dipandu Vitria Ariani (Founder Berbangsa Foundation). Sebagai penanggap ada wakil dari desa wisata di 5 DSP. Di antaranya Tatak Sariawan (Desa Wisata Candirejo, di Borobudur ), Kristoforus Nison (Desa Ekowisata Riang Tana, Labuan Bajo), Pahrul Azim (Desa Wisata Hijau Belibante, Lombok Tengah), Daud Balerro (Desa Wisata Bahoi, Likupang), dan Halomoan Sagala (Desa Wisata Huta Balian, Sanjur Mula-Mula, Samosir).

Data menyebutkan, Kementerian PUPR meningkatkan kualitas hunian masyarakat di KSPN Mandalika. Pada tahun 2020, di Nusa Tenggara Barat telah diprogramkan peningkatan kualitas rumah sebanyak 5.115 unit pada program rumah swadaya. 

Dari jumlah tersebut, sebagai alternatif akomodasi untuk event MotoGP, Kementerian PUPR membangun sekitar 915 unit pondok wisata (homestay) melalui program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau dikenal bedah rumah. Jumlah hunian wisata tersebut tersebar di Lombok Utara dan Lombok Tengah dengan pola reguler dan sarana hunian pariwisata (Sarhunta) atau homestay.

Lewat Program Sarhunta, rumah-rumah yang kondisinya tidak layak huni mendapatkan bantuan bedah rumah yang akan juga ditambah ruangan khusus untuk tempat menginap  para wisatawan yang ingin merasakan bagaimana kehidupan masyarakat. Desain bangunan yang disesuaikan dengan gaya arsitektur lokal kian menambah keelokan hunian masyarakat.

Selain itu, lewat Program Sarhunta, masyarakat didorong  memfungsikan tempat tinggalnya sebagai workshop, toko, kuliner, serta usaha atau jasa lainnya. “Selain di Mandalika, PUPR juga membangun sarana yang sama di Borobudur, “ tambah Oneng.

Menurut Oneng, sejauh ini kesiapan pariwisata Mandalika menyambut MotoGP makin baik. Desa wisata yang ada juga disiapkan. Mulai dari sertifikasi maupun pembenahan dan peningkatan dalam pelayanan terhadap wisatawan.

Pahrul Azim dari Desa Wisata Hijau Belibante, Lombok Tengah menambahkan, desa-desa wisata di sekitar Mandalika memang telah disiapkan menyambut MotoGP 2021. Desa Wisata Belibante sendiri telah mengikuti sertifikasi agar menjadi destinasi yang makin layak dikunjungi wisatawan.

Hanya saja, saat ini pihaknya bersama sejumlah Pokdarwis tengah mendesak pemerintah daerah untuk menerbitkan Peraturan Daerah (Perda). Perda yang mengatur tentang hak dan kewajiban desa wisata. Sehingga ke depannya, peran serta desa wisata semakin jelas arahnya. Apalagi menjelang dibukanya Sirkuit Mandalika. Perda diharapkan juga mengatur secara jelas desa wisata yang dikelola Pokdarwis maupun BUMDes.

Dhesta T Raharja dari Desa Wisata Institute

Ke mana arah desa wisata, termasuk yang berada di Destinasi Super Prioritas sempat disebut Dhesta T Raharja dari Desa Wisata Institute. Saat membuka acara, Dhesta menyebutkan enam hal tentang desa wisata.

Pertama, orientasi wisata di desa mengarah pada turistifikasi yang kadang mengaburkan nilai-nilai lokalitas. Kedua, masih terjadi kompleksitas/tumpang tindih/kurang sinkron antar lembaga di desa dalam merespon pariwisata. Ketiga, belum semua desa wisata mampu menonjolkan karakter yang mampu tampil sebagai pembeda dengan desa-desa lainnya.

Keempat, lemahnya storytelling dalam kemasan paket wisata, membuat desa hanya mampu menangkap wisatawan, bukan menahannya. Kelima, pertukaran pengalaman host and guest masih sedikit terjalin akibat minimnya ketrampilan dalam mengemas produk experiences.

“Dan keenam pengembangan desa wisata perlu diperkuat political will dari pemerintah, perlu ditunjang dengan SDM dan Kelembagaan yang kompeten, dan dukungan dari industri juga pihak akademisi, “ tegas doktor pariwisata dari UGM ini.

Dhesta juga mengungkap jumlah desa wisata di Indonesia tidak kurang dari 1.734 buah (BP, 2019). Tersebar pada enam pulau meliputi Jawa-Bali (857 desa), Sumatera (355 desa), Nusa Tenggara (189 desa), Sulawesi (119 desa), Kalimantan (117 desa), Papua (74 desa), dan Maluku (23 desa). Ada sedikitnya 244 desa wisata akan tersertifikasi menjadi desa wisata Mandiri. Sebanyak 150 di antaranya berada pada 5 destinasi super prioritas (DSP).

Mengenai 244 desa akan disertifikasi ini, Oneng S Harini menanggapi. Menurutnya, ia akan mengecek hal tersebut. Karena selama ini tidak ada istilah sertifikasi untuk desa wisata seperti itu. “Harus saya cek dulu. Yang ada selama ini, program menjadi desa wisata maju mandiri,“ tegas Oneng. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *