YOGYA – DPD GIPI DIY kembali melakukan safari audiensi ke sejumlah mitra pemangku kepentingan pariwisata. Audiensi dimaksudkan untuk menjalin sinergi dan kolaborasi dalam memperkuat ekosistem pariwisata di DIY.
Saat berita ini ditulis, GIPI telah melakukan empat audiensi. Pertama dengan Komisi B DPRD DIY (30/9), kemudian dengan Baperinda (2/10), lanjut ke Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman (6/10) dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY (7/10).
BACA JUGA: Gandeng Dinas Kebudayaan, KPOTI Gelar Sarasehan
Dalam setiap audiensi, Ketua GIPI DIY Bobby Ardiyanto Setya Aji didampingi jajaran Pengurus Harian maupun pengurus lainnya.
Benang merah dari sejumlah audiensi yang telah dilakukan adalah masukan GIPI DIY agar ekosistem pariwisata DIY bisa terbentuk dan berjalan dengan baik. Ekosistem yang baik harus didukung pondasi hukum yang kuat . Di sinilah GIPI menegaskan perlunya regulasi yang mengatur ekosistem bisnis pariwisata dan dunia usaha yang menyertainya.
Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (Ripparda), menurut GIPI DIY, harus menata ekosistem pariwisata dengan akselerasi menuju pariwisata berkelanjutan dan resiliens. Perda Ripparda yang sedang disusun harus menjadi masterplan pengembangan pariwisata DIY jangka panjang yang terstruktur dan terintegrasi.
BACA JUGA: WTD di Tengah Krisis Iklim
Ketika audiensi dengan DPRD, GIPI pun mengusulkan sejumlah regulasi yang bisa diusung menjadi usulan Raperda oleh Dewan. Bobby menyebut di antaranya, Perda Penyelenggaraan Usaha Pariwisata untuk mengatur TDUP dan pendaftaran usaha pariwisata guna meningkatkan profesionalisme industri.
Kemudian Perda Pariwisata Khusus misalnya Perda Pariwisata Halal dan Pariwisata Khusus lainnya untuk menjangkau segmen pasar spesifik dan meningkatkan daya saing destinasi. Perda Pengelolaan Destinasi Pariwisata untuk mengoptimalkan pengembangan kawasan wisata prioritas dengan standar internasional.
“Juga Perda Lingkungan dan Keselamatan Pariwisata untuk memastikan pengembangan pariwisata yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, “ usul pemilik Java Villas Boutique Hotel ini.
BACA JUGA: Refleksi Kritis Pengembangan Desa Wisata
Komisi B DPRD DIY merespons cepat berbagai masukan dari GIPI DIY ini. Salah satunya soal inisiatif Raperda. “Dewan bisa mengusulkan inisiatif Perda ini. Tolong segera sampaikan ke kami, mana yang menjadi prioritas untuk segera ada,“ tegas Ketua Komisi B DPRD DIY Andriana Wulandari.
Soal penguatan ekosistem pariwisata ini juga menjadi tema hangat saat pertemuan dengan Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah DIY (Bapperida) DIY. Pariwisata dipandang sebagai lokomotif penggerak perekonomian DIY. Dalam pembangunan jangka panjang, peran pariwisata di DIY semakin meningkat dan ditargetkan pertumbuhan hingga 15%.
Capaian ini tidak lepas dari dukungan industri secara langsung. Perlu tindak lanjut pada 2026–2027, termasuk melalui kebijakan Pergub/Perda.
BACA JUGA: Sinergi Industri Pariwisata dengan Desa Wisata
Pada kesempatan tersebut juga dibahas rendahnya suplai SDM pariwisata Jogja karena minat SDM lokal untuk pariwisata juga rendah. Warga DIY yang menempuh pendidikan pariwisata sangat kecil. Hanya sekitar 10 persen. Maka, perlu skema beasiswa bekerja sama dengan perguruan tinggi. Jika pusat belum mengatur, DIY dapat membuat skema sendiri dengan koordinasi industri dan perguruan tinggi.
Perihal rendahnya SDM pariwisata ini juga didiskusikan dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman. Sleman menjadi tempat berdirinya kampus-kampus pariwisata maupun industri pariwisata. Juga terbanyak memiliki desa wisata. Namun, ketika suplai SDM pariwisata rendah dan semakin sulit didapat, tentu pengembangan pariwisata di Sleman pun akan terkendala.
GIPI menyebut Sleman sebagai gudangnya desa wisata. Potensinya luar biasa besar. Tetapi kalau SDM-nya tidak di-upgrade, sulit memenuhi ekspektasi wisatawan yang terus berkembang. Mulai dari standar pelayanan, kebersihan, hingga kualitas produk wisata, semuanya perlu ditingkatkan agar Sleman bisa bersaing di level yang lebih tinggi.
Di sinilah GIPI DIY, dengan resources dari 21 asosiasi yang tergabung di dalamnya, siap berkontribusi. GIPI ingin ikut memperkuat capacity building bagi pelaku pariwisata, terutama di desa-desa wisata, supaya mereka bisa tumbuh mandiri, profesional, dan berdaya saing. Ini bagian dari visi GIPI DIY mewujudkan Yogyakarta sebagai destinasi pariwisata yang bertanggung jawab.
Diskusi berlanjut ke soal promosi yang masih jalan sendiri-sendiri. Tiap kabupaten/kota sibuk menonjolkan diri, padahal yang kita butuhkan bukan kompetisi, tapi orkestrasi. Harus ada “konduktor” yang bisa menyatukan semua potensi pariwisata DIY dalam satu harmoni besar.
Bobby Ardyanto, menyampaikan dengan jujur bahwa kondisi pariwisata saat ini “tidak sedang baik-baik saja.” Dan Kepala Dinas Pariwisata Sleman Edy Winarya mengakui hal itu dengan terbuka. “Apa yang disampaikan Pak Bobby itu benar. Kenyataannya memang seperti itu. Tapi kita harus mulai dari mana untuk mengurainya?” tanyanya.
Audiensi ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY (7/10) lebih fokus pada persoalan sumberdaya manusia alias tenaga kerja di sektor pariwisata. Industri pariwisata menghadapi tantangan dalam menggunakan SDM lokal di lingkungan sekitar, karena banyak yang belum terdata maupun terlatih.
GIPI mengusulkan adanya pemetaan tenaga kerja. Setidaknya ada data dasar yang bisa dijadikan acuan bagi industri untuk memberikan pelatihan.
Kualitas dan kesiapan SDM di pariwisata pun mendapat sorotan dari GIPI. Misalnya kemampuan digital dan penguasaan bahasa asing tenaga kerja yang juga masih sangat minim. Sedangkan pesaing di industri pariwisata kebanyakan dari luar negeri.
Di sini lain, nilai hospitality belum tertanam kuat di masyarakat, dan banyak pelaku usaha yang masih menganggap pelatihan internal sebagai kegiatan yang menghabiskan waktu. Padahal hal ini penting untuk memadukan kurikulum dengan kebutuhan nyata di lapangan.
Diungkap pula perihal sertifikasi tenaga kerja yang belum menjadi kewajiban. Akibatnya, kompetensi belum seragam. Selain itu, belum adanya lisensi internasional membuat perusahaan asuransi luar negeri enggan memberikan perlindungan (international insurance coverage)
Kepala Dinas Tenagar Kerja dan Transmigrasi DIY Ariyanto Wibowo menyampaikan kondisi ketenagakerjaan saat ini masih diatur secara sektoral dan menjadi keprihatinan bersama. Penyediaan SDM dinilai masih menghadapi ketidakpastian dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Dia mencontohkan, SMK di bidang pariwisata juga belum sepenuhnya mendorong siswanya untuk bekerja di industri, melainkan lebih banyak diarahkan membuka usaha sendiri. Ariyanto Wibowo mengatakan masih ada ruang besar untuk sinergi dalam sektor pelatihan dan pendidikan, termasuk penyelarasan kurikulum di Balai Kerja Khusus (BKK).
Disnakertrans siap berkolaborasi dengan GIPI untuk melakukan mapping kriteria kebutuhan SDM di industri agar dapat dijadikan dasar penyusunan kurikulum. Matching factory dengan Dinas Pendidikan akan menjadi upaya untuk menumbuhkan motivasi bagi siswa agar tertarik bekerja di dunia industri pariwisata. (wid)