Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY terus berusaha untuk menjaga agar tidak muncul klaster baru dari kalangan hotel dan restoran. Di antaranya dengan memperketat syarat dibukanya kembali operasional hotel dan restoran di wilayah ini.
“Silakan buka asalkan sudah siap dengan protokol kesehatan. Kalau mau buka ya syaratnya ada jaminan rasa aman, nyaman dan sehat bagi pengunjung di hotel maupun restoran,“ tegas Ketua BPD PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono dalam webinar Strategi Bangkitkan Wisata Jogja di Tengah Pandemi Covid-19, Kamis (6/8).
Webinar ini juga menghadirkan narasumber Wakil Walikota Jogja Heroe Purwadi, Kepala Pusat Studi Pariwisata UGM Prof Dr Janianton Damanik, dan Ketua HIPPI DIY Dr Sarbini atau biasa disapa Mbah Ben. Webinar digelar oleh Inews Jogja.
Deddy mengungkapkan pihaknya juga membentuk Satgas Covid-19 yang tugasnya memberikan assesment pada anggota PHRI. Assesment apakah mereka sudah siap apa belum. Kemudian ada tim monitoring dengan Dinas Pariwisata yang ada di Kota maupun Kabupaten seluruh DIY. Assesment diberikan kepada 120 dari 400 anggota PHRI.
Digambarkan juga langkah kongkret untuk menjaga hotel dan restoran tidak menjadi tempat penularan virus Covid-19. “Ada yang sudah check in tidak pakai masker, tidak menjaga jarak. Ngeyel kita persilakan untuk check out. Inilah wujud dari BPD PHRI DIY untuk menjaga betul jangan sampai ada cluster baru di hotel dan restoran,“ tambahnya.
Pemilik Hotel Rubha Graha ini menegaskan, dunia industri pariwisata saat ini sedang membangun kembali kepercayaan (trust) konsumen. PHRI DIY harus meyakinkan tamunya, para wisatawan yang ke Jogja, kalau menginap atau makan di restoran di Jogja itu aman.
Deddy mengakui, belum semua hotel, restoran, penginapan masuk menjadi anggota PHRI. Kendati begitu, sebagai ketua PHRI, pihaknya tetap akan merangkul mereka. Karena, meski belum masuk PHRI kalau ada yang kasus, akan berdampak ke PHRI juga. “Inilah yang menadi fokus kita untuk satgas yang ada di Kota Jogja,“ katanya.
Pada kesempatan tersebut, Deddy juga berharap pemerintah bisa membantu okupansi hotel. Dikatakannya, PHRI tidak bisa berjalan sendiri tanpa ada intervensi pemerintah. Saat ini, lanjutnya, ada empat kategori kekuatan anggota PHRI. Yaitu kuat, setengah kuat, pingsan dan hampir mati.
“Yang kuat pun saat ini sudah mulai goyah. Kekuatan finansial kita hanya sampai bulan Juni. Beban operasonal kita sangat tinggi. Dari SDM, listrik pajak dan lain-lain. Intervensi pemerintah yang kita inginkan adalah adanya stimulus, ada insentif paling tidak enam bulan ke depan. Misalnya, menunda PBB yang dibebankan kepada kita,“ harapnya.
Pemerintah juga bisa membantu 20% okupansi, di hotel terutama non bintang sampai bintang 2. Juga bintang 3 dan 4. Untuk MICE yang diselanggarakan oleh pemerintah, sebaiknya digelar di hotel dan restoran. “Supaya dalam era Jogja wajar anyar, dengan pranatan anyar plesiran Jogja ini, pariwisata kembali bangkit. Yang mau goyah kembali kuat, yang setengah kuat mekin kuat, yang pingsan siuman kembali dan yang hampir mati bisa bernafas,“ ungkapnya.
Deddy menggarisbawahi, guyub sesarengan antara pemerintah, pelaku ekonomi dan masyarakat ini sangat penting. Edukasi terhadap masyarakat sangat penting. Tanpa edukasi upaya pemerintah dan kalangan bisnis untuk membangkitkan pariwisata tidak akan maksimal.
“Fun walk dari Tugu sampai Titik Nol, yang dilakukan PHRI dan Pemkot, beberapa waktu lalu adalah bagian dari edukasi masyarakat untuk taat protokol kesehatan dengan membagikan masker,“ tandas Deddy. (wid)