KARANGANYAR- Peringatan Perjanjian Giyanti ke-266 tahun yang digelar Sabtu (13/2) kemarin di Kerten, Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah cukup istimewa. Pasalnya, tidak seperti biasanya, tahun ini peringatan dihadiri oleh dua putri dalem keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Adalah Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi dan Gusti Kanjeng Ratu Condrokirono putri dari Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang bertahta Sri Sultan Hamengku Buwono X yang ikut dalam perayaan ini.
Hadir mendampingi dua putri raja ini, Kepala Paniradya Kaistimewan Daerah Istimewa Yogyakarta Aris Eko Nugroho, SP, MSi. Dari kalangan pemerintah Kabupaten Karanganyar hadir Bupati Karanganyar Drs. H. Yuliatmoni, MM, Sekretaris Daerah Sutarno, Kadisdikbud Drs. Tarsa, M.Pd, Kadisparpora Titis Sri Jawoto, Camat Karanganyar Jamil S.Sos, MM, Lurah Jantiharjo Agus Cahyono, S.Sos, MSi, pengurus Yayasan Giyanti, serta perwakilan Sekber Keistimewaan DIY.
Acara dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, sambutan para pihak, doa syukur, pemotongan tumpeng, dahar kembul, sarasehan dan dipungkasi dengan penanaman pohon sawo kecik, keben dan kantil di area situs.
GKR Mangkubumi dan Bupati Karanganyar menanam dua pohon sawo kecik masing-masing di sebelah kanan dan kiri di area pintu masuk kompleks situs Perjanjian Giyanti. GKR. Condrokirono dan pejabat lainnya menanam pohon keben dan kantil. Tampil menyemarakkan suasana geguritan sastra mantra dari LKJ Sekar Pangawikan pimpinan R. Bambang Nur Singgih, S.Sn. Warga menghias sekeliling situs dengan janur kuning dan bungkusan plastik berisi arum manis sebagai kudapan khas desa Jantiharjo.
Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama sejumlah pihak yakni Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Pemerintah Kabupaten Karanganyar, Paniradya Kaistimewan DIY, Yayasan Giyanti, masyarakat pelestari situs Giyanti dan Sekber Keistimewaan DIY.
GKR. Mangkubumi mengaku senang dan bersyukur berkesempatan mengikuti peringatan Perjanjian Giyanti untuk yang pertama kalinya. Situs ini menjadi tempat untuk belajar kembali peristiwa sejarah. ”Sejarah tidak boleh dilupakan supaya kita tahu asal usul dan bagaimana perjuangan para leluhur terdahulu. Menjadi tugas kita dan generasi berikut untuk merawatnya agar tidak kepatèn obor,” ujarnya.
Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Parwa Budaya Kasultanan Ngayogyakarta ini mengungkapkan kedepan siap bersama-sama masyarakat setempat dan pemerintah kabupaten Karangayar saling melengkapi guna mengembangkan situs Perjanjian Giyanti. Diharapkan, kedepan situs ini menjadi lebih indah lagi dilengkapi berbagai literasi pendukung sebagai salah satu tujuan wisata sejarah.
”Saya mewakili keluarga Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat mengucapkan terimakasih atas peran serta masyarakat yang selama ini telah turut menjaga kelestarian situs. Kami berharap silaturahmi semacam ini tidak hanya terbatas seremonial semata melainkan juga dalam bentuk-bentuk lain demi kemajuan bersama,” harapnya.
Sementara itu Bupati Karanganyar Drs. H. Yuliatmoni, MM menyambut baik ide pengembangan situs Perjanjian Giyanti sebagai wisata sejarah dengan mengusung falsafah mikul duwur mendem jero. Pihaknya meminta arahan sekaligus masukan dari pihak Kasultanan kedepan akan dibangun seperti apa situs Giyanti. ”Saya meminta warga untuk memposisikan situs Perjanjian Giyanti hanya sebagai tempat sinau sejarah. Tidak perlu memwingit-wingitkan tempat ini, seolah-olah angker dan sebagainya, nanti orang malah jadi takut datang,” pintanya.
Sependapat, Ketua Yayasan Giyanti Yohanes Sigit Pranowo bersyukur semakin banyak pihak yang peduli terhadap pelestarian situs. Dengan demikian maka akan menghasilkan sinergi yang produktif. ”Kami akan terus berupaya mencari terobosan dan menjalin silaturahmi dengan berbagai kalangan yang menaruh kepedulian sama. Kami juga siap bergandeng tangan dengan siapapun,” terangnya.
Terpisah sejarawan Universitas Gajah Mada Yogyakarta Dr. Sri Margono berharap para pemangku kebijakan dapat menaruh perhatian lebih terhadap pelestarian situs Perjanjian Giyanti. ”Perlu dipikirkan kemungkinan lokasi situs dikembangkan menjadi museum edukasi sejarah dilengkapi literasi yang memadai,” harapnya. (*)