Agar Maksimal, Pembelajaran Aksara Jawa Harus Disendirikan

Headline Margo Utomo

ANTUSIAS : Para guru bahasa jawa antusias mengikuti kegiatan bedah buku di Aula SMA 1 Depok, kemarin. Foto : Dok. Panitia

Guru Minta Jam Pelajaran Bahasa Jawa Ditambah

KABAR MALIOBORO, SLEMAN– Kurangnya jam pelajaran Bahasa Jawa di sekolah dikeluhkan oleh para guru. Salah satu yang mengeluhkan kurangnya jam pelajaran bahasa jawa ini datang dari guru bahasa Jawa SMP 1 Kalasan Pipin WIjiastuti. ”Pelajaran bahasa jawa ini kayak dianaktirikan. Sudah jam pelajarannya sedikit,dari sisi kebijakan juga kurang diperhatikan,” ujar Pipin saat kegiatan bedah buku dengan judul Wong Jawa Aja Ilang Jawane, Selasa (24/10), kemarin.

Acara bedah buku ini digelar oleh Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) DIY di Aula SMA 1 Depok, Sleman. Hadir dalam kegiatan ini, para guru yang mengampu mata Pelajaran Bahasa Jawa mulai tingkat SD, SMP, SMA dan SMK. Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan bedah buku ini, Syukron Arif Muttaqin, SE, MAP sebagai penulis dan pegiat aksara jawa dari Yayasan Kampung Aksara Pacibita Ahmad Fikri AF.

Pipin mengungkapan, dalam proses penyusunan kurikulum Merdeka, hampir semua mata pelajaran sudah disesuikan dengan kebutuhan masing-masing sekolah. Bahkan, beberapa mata pelajaran sudah menggunakan kurikulum dan kebijakan terbaru. ”Hanya pelajaran bahasa jawa yang masih menggunakan kurikulum lama (kurikulum 13, Red). Belum disesuaikan. Mohon bisa segera ada peraturan gubernur yang mengatur tentang penyesuaian pelajaran bahasa jawa,” tuturnya.

Hal yang sama juga diungkapkan Anggota Dewan Kebudayaan Kabupaten Sleman Awang Rebo Legi. Pensiunan guru bahasa jawa ini mengaku prihatin dengan kurangnya jam pelajaran bahasa jawa di sekolah. Bahkan, mata alokasi jam pelajaran bahasa jawa ini kalah dengan jam pelajaran olahraga dan ketrampilan. ”Padahal kita orang jawa, harusnya alokasinya lebih banyak untuk muatan lokalnya,” sarannya.

Syukron mengaku sudah meminta Dinas Pendidikan DIY untuk melakukan penyesuaian pada Pelajaran Bahasa jawa. Sebab, salah satu amanat dari peraturan daerah (perda) DIY nomor 2 tahun 2021 tentang pemeliharaan dan pengembangan Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa adalah implementasinya di dunia pendidikan. ”Saya sudah minta Dinas Pendidikan DIY untuk menambah jam pelajaran dari dua jam menjadi empat jam,” serunya.

Selain menambah jam pelajaran, anggota Komisi D DPRD DIY dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) ini meminta ada perubahan metode pembelajaran dari para guru dalam memberikan materi sebagai bahan ajar. ”Pelajaran aksara jawa sudah mulai diajarkan mulai dari SD. Bahkan, sampai SMA masih diajarkan. Sekarang saya tanya yang kemudian mahir menggunakan aksara jawa baik baca dan tulis berapa dari siswa yang diajar. Tidak ada sepuluh persen kan,” tanyanya yang kemudian diamini oleh para peserta.

Hal senada juga disampaikan Ahmad Fikri. Pria yang sehari-harinya sebagai pegiat aksara jawa ini menyampaikan ada kesalahan metodologi dalam pembelajaran bahasa jawa. ”Seharusnya pembelajaran antara bahasa, sastra dan aksara itu dipisah. Tidak dijadikan satu dalam satu buku. Karena kalau dijadikan satu, nalar anak yang tidak mampu untuk menerima. Cukup di strata SD dikenalkan dulu dengan aksara sampai mahir, baru kemudian di jenjang berikutnya dikenalkan bahasa dan sastra,” tandasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *