“Keunikan” Tiga Dubes Baru Alumni HI Fisipol

Headline Kepatihan


Sebagai “produk gagal” dari lulusan Hubungan Internasional (HI) Fisipol UGM, pergaulan saya dengan para duta besar (Dubes) tidak jelek-jelek amat. Terbukti, saya pernah dipercaya oleh “Dubes Koboi” Agus Maftuh Abegebriel menjadi Ketua Rombongan Diplomasi Budaya Bamboo Harmony ke Riyadh, Saudi Arabia.

Saya membawa rombongan pemusik Tilung (Petilan Calung) dari Yogya dan Saung Angklung Mang Udjo (Bandung). Mereka pentas dua hari dalam tajuk Indonesian Night in Bamboo Harmony.

Diplomasi budaya ala Dubes Agus Maftuh ini berhasil “mengangklungkan” dan “menyolawatkan” para duta besar negara sahabat yang hadir di Halaman KBRI, Riyadh. Para duta besar dibagi satu angklung dengan satu nada –do, re, mi, fa, sol, la, si, do—dan dipandu cara memainkannya. Maka melantunlah “Rayuan Pulau Kelapa” dan “Heal the World“.

Para duta besar dan ratusan pengunjung juga diajak melantunkan sejumlah lagu Ummi Kulsum dan sholawatan. Soft diplomacy ala Dubes Koboi ini berhasil memperkenalkan potensi dan kekayaan budaya Indonesia.

Keterlibatan dengan Dubes juga berlangsung tahun sebelumnya. Saya terlibat dalam diplomasi budaya di KBRI Baku, Azerbaijan. Saya menjadi anggota Tim Indonesian Culture Festival (ICF). Membawa sejumlah pelaku seni budaya dan pengusaha guna meningkatkan hubungan diplomasi dan perdagangan Indonesia dan Azerbaijan. Dubes Hussein Bey Fananie getol “menjual” potensi Indonesia di sana.

Belum lagi hubungan dengan sejumlah Dubes dan Konjen di berbagai negara. Saat ini, sejumlah Konjen di KJRI adalah teman-teman saya. Dan, bulan Mei 2025 ini, ada tiga duta besar yang punya “hubungan historis” dengan saya. Sama-sama satu jurusan dan satu fakultas. Saya diundang dalam pertemuan dengan ketiga dubes baru ini.

Ketiganya adalah Dubes Witjaksono Adji, Muhsin Syihab dan Agung Cahaya Sumirat. Witjak yang dulunya dikenal sebagai pemain basket adalah angkatan 1985. Sedangkan Muhsin dan Agung angkatan 1989.

Uniknya, ketiganya menjadi dubes untuk negara dengan huruf depan K. Yakni, Witjak untuk Kenya dan Kongo. Muhsin untuk Kanada dan Agung untuk Kamerun. Atau pakai huruf C yaitu Congo (Witjak), Canada (Muhsin) dan Cameroon (Agung).

Keunikan lain. Muhsin menjadi duta besar Kanada padahal ia selama ini belum pernah menginjakkan kaki di negara itu. Jadi kedatangannya sebagai duta besar adalah kali pertama ia datang ke Kanada. Profil lengkap Muhsin bisa disimak di Podcast Hoho Hihi In The Weekend-nya Abdel Achrian. https://www.youtube.com/watch?v=wquCQku65YM

Begitu juga Agung. Laki-laki asal Wates, Kulonprogo ini juga belum pernah bertugas atau mengujungi Kamerun. “Ini juga kesempatan pertama saya ke benua Afrika. Menginjakkan kaki pertama di Kamerun dan bahkan menjadi duta besar Indonesia pertama di Kamerun. Jadi, nanti foto dubes yang pertama adalah foto saya,” selorohnya.

Profil Agung Cahaya Sumirat bisa dilihat juga di Podcas-nya Abdel Achrian. https://www.youtube.com/watch?v=WRQEWP4xlHw Abdel ternyata juga alumnus Hubungan Internasional. Satu angkatan dengan Agung tapi di Universitas Indonesia. (wid)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *