Kekayaan Atraksi dan Keunikan Desa Wisata di DIY (2) Ada Batik Tulis, Cap, Kontemporer. Jumputan dan Ecoprint

Uncategorized Wisata

GKR Bendara nyanthing (membatik) di Desa Wisata Gabugan. Wisatawan bisa menikmati atraksi seperti ini di desa wisata.

Yogya dikenal sebagai Kota Batik Dunia. Yogya bisa disebut identik dengan batik. Upaya untuk menjadikan batik sebagai identitas budaya pun terus dilakukan. Termasuk yang dilakukan di sejumlah desa wisata/kampung wisata di DIY. 

Desa wisata yang baik harus memiliki identitas dan atraksi yang ikonik. Atraksi yang hanya ada dan bisa dilakukan di tempat itu. Banyak desa wisata/kampung wisata yang menyajikan atraksi batik.

Tahukah Anda, desa-desa wisata yang menjadikan batik sebagai atraksi dan keunikan yang berhubungan dengan batik?

Perlu Anda tahu, batik itu beragam teknik pembuatannya. Ada batik tulis, batik cap dan batik kontemporer. Kekhasan itulah yang bisa dijadikan ciri, keunikan, dan identitas dari sebuah desa wisata. Dan itu bisa dinikmati pengalamannya di desa wisata yang ada di DIY.

GKR Bendara nyanthing (membatik) di Desa Wisata Gabugan. Wisatawan bisa menikmati atraksi seperti ini di desa wisata.

Atraksi Batik Tulis

Batik tulis, maka proses pembuatan batiknya benar-benar handmade. Ditulis dengan tangan. Menulisnya dengan canting. Yang untuk menulis adalah malam/lilin. Malam/lilin inilah ciri khusus utama dari pembuatan batik. Tanpa menggunakan malam, tak bisa disebut batik.

Jika ingin merasakan experience batik tulis, silakan datang ke Desa Wisata Wukirsari, Imogiri, Bantul. Desa wisata yang dikenal sebagai Kampung Batik. Anda bisa menikmati pengalaman membatik yang dipandu oleh pembatik yang turun-temurun melestarikan batik tulis.

Di desa yang berada 17 km arah selatan Yogya ini, terdapat 16 dusun yang tiga di antaranya memiliki penduduk yang 90% perempuan berprofesi sebagai seorang perajin batik tulis. Selain membatik dan berbelanja batik tulis, atraksi lain khas desa wisata juga bisa Anda nikmati.

Wisatawan praktik membatik cap di Desa Wisata Carakan,, Wijirejo, Bantul.

Atraksi Batik Cap

Jika Wukirsari identik dengan batik tulis, maka ada desa wisata yang identik dengan batik cap. Masih di wilayah Bantul. Dari Wukirsari kita ke arah Barat. Yakni menuju Desa Wisata Carakan, Wijirejo, Kapanewon Pandak. Berwisata di Desa Wisata Carakan, Anda bisa menikmati experience membatik dengan cap.

Di salah satu lokasi perajin, Anda akan dibagi kain mori selebar sapu tangan dan pensil. Anda kemudian diminta membuat pola. Bebas. Pola ini yang kemudian dipadu dengan cetakan yang nanti ditempelkan di kain yang telah diberi pola tadi.

Ada satu tempat berupa gubuk. Di dalamnya terdapat sejumlah meja dan tungku yang di atasnya ada wajan berisi malam/lilin. Nah, kain Anda bisa dipola dengan cap bergambar motif. Bermacam motif dan ukuran. Anda tinggal mencelupnya di tatakan yang ada malam cairnya. Kemudian mengecapkan di kain.

Ketika selesai, kain batik Anda langsung diproses. Diwarnai. Dilorod. Difiksasi. Dan bisa dibawa pulang.

Selain praktik membatik, Anda juga bisa melihat para perajin membatik. Kemudian juga bisa membeli produk batiknya.

Dan Anda akan semakin mengerti mengapa harga batik cap lebih murah dari harga batik tulis. Anda pun semakin bisa menghargai warisan budaya yang kita miliki ini.

Inovasi Teknik Membatik

Masih urusan membatik di desa wisata. Dari Carakan, Wijirejo kita ke Barat lagi. Menuju Desa Segajih, Hargotirto, Kulonprogo. Inilah desa wisata yang memadukan batik cap dengan teknik kontemporer. Abstrak.

Tidak tanggung-tanggung, wisatawan mendapatkan experience membatik di atas kain 115 x 200 cm. Benar-benar membuat kain batik yang bisa dipakai  untuk membuat baju. Anda akan dicontohkan cara membatik yang dominan dengan kuas ini.

Awalnya, kain mori putih dibatik dengan pola cap. Motifnya juga macam-macam. Ada parang, ada truntum maupun motif bunga. Teknik batik cap ini hanya di bagian kecil pinggiran kain. Setelah selesai, kain dibentangkan di atas spanram yang bisa diputar.

Anda pun bisa berekspresi sebebas mungkin dengan kuas dan malam/lilin cair yang disediakan. Bisa mengoleskan kuas. Bisa mencipratkan malam yang ada di kuas.

”Silakan. Bebas. Tidak perlu takut. Tidak ada yang salah di sini. Hanya perlu hati-hati jangan sampai malamnya mengenai orang lain, ”ujar Ali Subkhan, pemilik Batik Sundullangit yang menerima tamu wisatawan praktik membatik.

Kolaborasi membatik bisa dilakukan di Desa Wisata Segajih, Hargotirto Kulonprogo seperti ini hasilnya.

Menariknya, membuat batik di Desa Wisata ini bisa dilakukan berkelompok. Tidak harus sendirian. Seperti dilakukan oleh Ardy, Dewi dan Raharja. Tiga orang itu berkolaborasi membatik selembar kain. Mulai dari memola hingga mewarnainya.

Batik kontemporer dari Segajih ini pernah dikenakan oleh Mas Menteri Pariwisata Sandiaga Uno. Dalam satu acara Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 Mas Sandi terlihat mengenakan jas yang dibuat dari batik Sundullangit ini.

Selain Wukirsari, Wijirejo, dan Segajih, atraksi membatik banyak dilakukan di desa wisata/kampung wisata di DIY. Bahkan hampir semua desa wisata bisa menyediakan aktivitas budaya ini. Mereka mengemas dalam paket edukasi. Salah satunya Desa Wisata Gabugan, Turi, Sleman.

Di Gabugan yang memiliki identitas khas produk salak gading, juga menyuguhkan atraksi membatik ini. Di Pendopo Sekretariat Desa Wisatanya, wisatawan yang datang bisa melakukan kegiatan membatik. Selembar kain ukuran sapu tangan 40×40 cm disediakan untuk dibatik. Diwarna. Dilorod. Difiksasi.

Ingat ya, jumputan itu bukan batik. Kata GKR Bendara mengingatkan. Jangan sebut pula shibori. Itu punya Jepang.

Atraksi Membuat Kain Jumputan

Selain kekayaan budaya membatik, sejumlah desa wisata/kampung wisata juga menawarkan atraksi jumputan dan ecoprint. Jumputan adalah proses membuat kain bermotif dengan cara ikat dan celup. Sedangkan ecoprint adalah membuat kain bermotif dengan menggunakan dedaunan. Baik dengan teknik ponding (dipukul-pukul) maupun steam (dikukus).

Salah satu Kampung Wisata yang dikenal sebagai sentra kain jumputan adalah Kampung Wisata Tahunan, Kota Jogja. Di kampung ini, khususnya di wilayah Celeban, sejumlah perajin mengembangkan kain jumputan dalam beragam produk. Dan mendapat pasar yang baik.

Di Kampung Wisata Tahunan juga dikenal pola yang dikreasikan warga. Yakni Jumput Pitu dan Jumput Sanga. Wisatawan pun bisa mendapatkan pengalaman membuat kain jumputan (tie dye) jika berkunjung dan membeli paket live in di Kampung Wisata ini.

Hal yang sama juga bisa didapat di Desa Wisata Sambirejo, Sleman. Dewi Sambi dengan destinasi tersohor Tebing Breksi ini juga menawarkan atraksi kain jumputan. Wisatawan akan diajak praktik mengikat kain, dan mewarnainya.

Dengan berbekal kain mori ukuran 60X60, sejumlah karet gelang, dan manik-manik, wisatawan dibuat asyik.

Pak P, perajin jumputan dari Desa Wisata Sambirejo, Sleman, menjelaskan proses pembuatan kain jumputan.

”Iket saja yang kenceng. Kalau ikatan tidak kenceng, nanti warnanya merembes. Polanya terserah. Bisa lihat contoh-contoh ini, ” kata pria yang meminta dipanggil Pak P memandu wisatawan.

Untuk yang mau experience ecoprint, bisa berkunjung ke sejumlah desa wisata juga. Di antaranya ke Desa Wisata Tembi (Bantul), Desa Wisata Nglanggeran dan Desa Wisata Bendung Among Kismo, Semin (Gunungkidul). Juga di Kampung Sains Karangkajen yang masuk Kampung Wisata Brontokusuman, Kota Jogja maupun Kampung Wisata Prenggan, Kotagede.

Para tamu wisatawan biasanya diajari teknik ponding. Memukul-mukul daun di atas kain, kaos atau tas. Dengan palu yang terbuat dari kayu, para tamu diajak bermain-main membuat pola. Dengan bentuk daun yang beraneka serta warna yang juga beda, hasil yang didapat bisa sangat menarik.

Oh iya, yang harus diingat pesan dari Ketua Badan Promosi Pariwisata DIY (BPPD) GKR Bendara. ”Jangan sebut jumputan dan ecoprint sebagai batik ya! Jangan pula menyebut jumputan dengan shibori. Shibori itu milik Jepang. Kita punyanya jumputan. Dan jangan lupa kelola limbahnya. Jangan mencemari lingkungan,” pesan putri bungsu Sultan Hamengku Buwono X ini.

GKR Bendara dan putrinya menikmati atraksi ecoprint teknik ponding di Desa Wisata Bendung Among Kismo, Semin, Gunungkidul.

Pulang dari berkunjung dan bermalam menikmati desa wisata, Anda pasti memiliki banyak kenangan. Menikmati desa wisata/kampung wisata memang harus menginap. Mungkin tidak cukup hanya semalam. Banyak experience bisa didapatkan. Tidak hanya atraksi, tetapi juga cara hidup, budaya dan keseharian masyarakat setempat.

Dan tentu saja kuliner. Untuk kuliner unik dan khas desa wisata, bisa disimak di tulisan lain. Pantengin terus kabar malioboro dot com. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *